Kupas Tuntas Usaha Beresiko : Toko Kelontongan



KUPAS TUNTAS USAHA BERESIKO
SERI 1
USAHA KELONTONG

ANCAMAN, KELEMAHAN, DAN PERMASALAHANNYA
SOLUSI DAN ANTISIPASI USAHA

Pendahuluan

Banyak orang di Indonesia berpikir bahwa menjalankan usaha toko kelontongan adalah hal yang mudah. Banyak pula yang beranggapan bahwa 2 kekuatan utama toko kelontongan hanya pada lokasi yang strategis dan jumlah barang yang penuh di toko. Di pedalaman / desa, tak sedikit para wanita yang pulang merantau dan membawa hasil tabungan, yang kemudian hanya terpikir membuat usaha kelontongan. Toko atau warung kelontongan memang suatu usaha yang tak pernah redup, namun siapa sangka usaha ini begitu beresiko saat ini, jauh berbeda di tahun 1980-an.

Kenapa Harus Kelontong?
Banyak yang beranggapan tidak membutuhkan keahlian khusus atau suatu pengetahuan khusus, dan sekedar kulakan barang.
Siapapun bisa menjalankan usaha ini, tua muda, laki ataupun perempuan.
Siapapun pasti membutuhkan barang yang dijual di toko/warung kelontong.
Banyak yang beranggapan bisa dijalankan sambil lalu atau sambil bersantai di rumah.
Ada anggapan pasti ada yang beli, dan pasti juga akan untung (cost on item).

Anggapan dan Pendapat Keliru
Usaha kelontongan adalah usaha yang tidak beresiko dan aman.
Bisa dijalankan oleh siapa saja tanpa perlu pengetahuan dan keterampilan khusus.
Pasti ada keuntungan, karena pasti ada yang beli.
Modal dagang yang besar dan investasi lokasi yang bagus dan strategis adalah rumus keberhasilan usaha kelontongan.
Memiliki distributor atau supplier dengan harga super murah adalah kunci utama memenangkan persaingan.

Fakta yang Tergali
Coba bayangkan dan diingat, ada berapa banyak toko kelontong dalam radius 500 meter?
Industri retail yang sudah masuk ke pelosok desa, adakah alfamart atau indomart di tempat Bapak Ibu?
Kalau ada industri retail, seberapa banyak pembeli/pelanggan yang berbelanja di awal, tengah, dan akhir bulan?
Fluktuasi harga, seberapa sering (misal) kulakan telur  ayam pagi hari ini 13 ribu per kg, namun sore harinya harga telah turun jadi 12 ribu per kg? Apakah sudah telanjur memiliki stock lebih?
Atau sebaliknya, adakah pelanggan pesan telur ayam di saat harga 13 ribu per kg, namun ketika kulakan harga telah naik menjadi 14 ribu per kg?
Ada berapa banyak pelanggan yang “sakit”, berhutang namun tidak jelas bayar kapan?
Tahukah Bapak/Ibu berapa besar keuntungan sebenarnya setiap hari, mingguan, atau bulanan?
Apakah Bapak/Ibu termasuk orang yang lebih suka membelanjakan barang daripada menyimpang uang terlalu lama?
Seberapa sering Bapak/Ibu kulakan barang? Berapa biaya transport? Apakah sudah dihitung?
Dari sekian barang yang ada di toko/warung, seberapa banyak yang kulakannya beli putus?
Apakah Bapak/Ibu tahu nilai total nominal barang yang ada di dalam warung/toko? Dan juga berapa banyak nominal barang yang berputar?
Adakah satu ada dua hal yang membedakan usaha kelontong Bapak/Ibu dengan usaha kelontong yang lain? (ingat 7 titik pembeda)

Masalah yang Sering Muncul
Pengadaan stock barang tidak sebanding dengan permintaan barang (transaksi dagang).
Awal bulan, kecenderungan masyarakat lebih berminat belanja di industri retail (alfa,indo,giant,dll). Baru di akhir bulan ketika persediaan rumah tangga habis, belanja di warung/toko kelontong itupun (mungkin) dengan cara berhutang.
Fluktuasi harga, para pedagang butuh pengetahuan khusus mengenai pola harga barang dari waktu ke waktu. Tanpa ada pengalaman dan pengetahuan yang memadai, sangatlah rawan akan kebangkrutan.
Suka “menimbun” barang, sangat rawan dengan kadaluarsa, pembusukan, dan fluktuasi harga.
Daripada timbun barang sebaiknya alihkan atau konversikan uang yang ada ke dalam bentuk emas batangan (logam mulia) di pegadaian, ini bertujuan untuk melindungi “nilai”. Saat ini uang 100 ribu misal bisa untuk kulakan 15 kg beras, namun tahun depan belum tentu bisa sebanyak itu. Bagaimana dengan logam mulia? Tentunya nilai logam mulia akan cenderung tetap dibandingkan dengan nilai uang nominal.
Usaha kelontongan di masyarakat saat ini masih menganut kebiasaan lama yakni kulakan dengan cara beli putus. Ini sangat tidak kompetitif apabila dibandingkan dengan industri retail. Beli putus memiliki kelemahan dan resiko apabila ternyata barang tersebut kurang laku, kadaluarsa, atau ada cacat produksi. Siasati dengan cara pengadaan barang yang pas, meminta pada distributor sistem retur kalau memungkinkan, dan akan lebih aman kalau bisa sistem “titip”.

Antisipasi dan Solusi Agar Usaha Kelontong Sukses
Ayuk mulai disiplin pembukuan dan penghitungan stock barang.
Harus tahu dan lebih intuitif pada kebiasaan pola harga barang yang cenderung sensitif seperti telur, minyak goreng, beras (sembako).
Menambah barang dagangan (sejenis) tambah lebih banyak diperbolehkan selama diimbangi naiknya permintaan atau penjualan barang tersebut.
Ingat 7 titik pembeda, agar usaha kelontongan anda jadi pemenang dan dikenang selalu oleh pelanggan.

-------------------------------------------

Pemateri dan Penulis :
Soeksmono Boedi
Penggiat dan aktif dalam kegiatan pemberdayaan para pelaku UMKM, yakni mengadakan pelatihan, konsultasi, dan pendampingan usaha bagi para pelaku UMKM
Email : monocinde@gmail.com
HP : 085322879799



Tidak ada komentar